Mengapa kita membutuhkan Islamic Reporting Initiative – Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Islamic Reporting Initiative dan mengapa kita membutuhkannya? – Majalah Organisasi Pengembangan Industri PBB “Making It” menerbitkan artikel terbaru terkait IRI

Daan Elffers, Ketua Islamic Reporting Initiative, mewawancarai Dr. Sied Sadek, Direktur Pengelola DQS CFS dan DQS Timur Tengah mengenai pelaporan CSR di dunia Islam.

***

Seperti apakah pengalaman Anda ketika berada di negara-negara di mana prinsip-prinsip Islam menjadi bagian penting dalam konteks lokal dan budaya?
Menurut saya, banyak perusahaan dan organisasi di negara-negara Islam yang terjebak di antara standar dan tuntutan internasional di satu sisi, dan prinsip-prinsip Islam dan budaya di sisi lain. Di Qatar, Arab Saudi, Iran, Mesir, Malaysia atau negara Islam lainnya, sangat terasa bahwa menyeleraskan standar internasional dengan budaya lokal menjadi tantangan tersendiri. Bagi saya, hal ini merupakan fenomena budaya dalam arti luas: standar-standar internasional sering menggunakan kosa kata yang tidak selaras dengan pemikiran dan pola hidup masyarakat setempat. Hal tersebut tidak membuat kurangnya relevansi kearifan lokal, namun tetap memberikan tantangan bagi organisasi Islam untuk menerapkan standar internasional sepenuhnya tanpa kehilangan keutamaan dari prinsip dan nilai Islam itu sendiri. Organisasi yang berhasil memahami tuntutan internasional dan menyelaraskannya dengan budaya setempat akan memiliki keunggulan dalam persaingan.

Dalam pengalaman Anda sebagai seorang assessor, apakah kecenderungan yang Anda lihat dalam pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan di negara-negara tersebut?
Pelaporan CSR di negara-negara Islam akan mengikuti jalur yang sama seperti di negara-negara lainnya: akan ada lebih banyak lagi organisasi yang akan melaporkan kinerja mereka terkait dengan lingkungan, pengelolaan energi, kondisi kerja, etika bisnis dan penghargaan mereka terhadap pasar dan masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena faktor-faktor yang mendorong adanya pelaporan adalah sama di seluruh dunia: masyarakat mengharapkan perusahaan untuk menghargai masyarakat dan mereka memberikan apresiasi yang tinggi bagi organisasi-organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan etika masyarakat. Hal ini akan terus mendorong perkembangan pelaporan di negara-negara Islam dan juga di negara-negara lain.

 

Apakah yang menjadi tantangan bagi perusahaan-perusahaan di negara-negara tersebut terkait dengan pelaporan CSR?
Hal ini berkaitan dengan apa yang saya katakan sebelumnya: standar internasional kadang-kadang dianggap universal, namun anggapan tesebut jarang terjadi. Standar-standar tersebut didasarkan pada pengalaman internasional dan praktik terbaik, namun hal tersebut tidak dapat menggantikan kearifan lokal. Misalkan saja konsep tentang hak asasi manusia atau pemberdayaan wanita: kita semua mungkin setuju dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya dan menerapkannya, tetapi bukan berarti bahwa kosakata dan terminologi yang digunakan dapat begitu saja diterapkan pada tiap budaya. Namun, hal inilah yang terjadi saat ini. Saya sangat yakin bahwa kita perlu memberi perhatian lebih kepada aspek dan konteks budaya setempat ketika kita hendak menerapkan standar-standar tersebut, bukan hanya di dunia Islam, tetapi juga di tempat-tempat lain.

Kesempatan apakah yang Anda lihat dengan adanya pengembangan standar pelaporan CSR baru yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam?
Jika standar Islamic Reporting Initiative dapat menyatukan tuntutan internasional dengan budaya setempat, saya melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan besar bagi negara-negara dan organisasi-organisasi Islam untuk melaporkan komitmen mereka terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu. Saya pikir hal ini dapat memperbaiki kesenjangan dalam pelaporan yang terjadi saat ini: di belahan dunia tertentu, ada negara-negara Islam yang tidak melaporkan komitmen mereka, tetapi dianggap melaporkan oleh pihak lain yang mengakibatkan kesalahpahaman dan stereotip tertentu, misalnya tentang peran wanita di negara Islam, tetap ada dan semakin kuat. Transparansi dapat menyamakan persepsi dan memperjelas peran organisasi Islam bagi masyarakat serta memperlihatkan aspek positif dari masyarakat Islam atas penghargaan terhadap individu yang secara jelas memang ada.

Dalam hal ini, Islamic Reporting Initiative dapat menjadi inisiatif yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan komunikasi antar budaya. Kita percaya bahwa hal ini akan memotivasi lebih banyak organisasi untuk melakukan pelaporan, bahwa kesadaran masyarakat akan semakin ditingkatkan dan terdapat kontribusi untuk penghargaan terhadap perbedaan dalam dunia Islam.

Bagaimana DQS dapat memberikan pelayanan yang peka terhadap konteks lokal dan budaya dalam mengembangkan Islamic Reporting Initiative?

Sebagai perusahaan sertifikasi dan audit, DQS telah berurusan dengan standar-standar selama lebih dari 30 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, kami belajar banyak mengenai konteks dalam budaya, agama dan sosio-ekonomi yang menentukan keberhasilan atau kegagalan proses standardisasi. Dua pemegang saham utama DQS Group adalah Underwriters Laboratories (UL) dan Deutsches Institut für Normung (DIN): dua badan utama penentu standar di dunia. Kami memiliki keahlian dalam pengembangan standar, dan kami sangat antusias untuk berkontribusi dalam proyek Islamic Reporting Initiative ini – dengan terlibat dalam kelompok kerja dan berperan sebagai panitia penyusun standar. Kantor-kantor kami di negara-negara Islam akan sangat senang memberikan keahlian mereka dalam konteks lokal untuk meningkatkan kesadaran tentang inisiatif ini dan berperan sebagai mitra pelatihan dan audit.